Awalnya, karir Dr Warsito P. Taruno
sebagai peneliti dibangun di Jepang. Di Negeri Matahari Terbit itu, reputasinya
sebagai peneliti cukup diperhitungkan. Dari tangan dinginnya, tercipta sebuah
alat pembasmi kanker otak dan kanker payudara.
~oOo~

Semula, Warsito merupakan salah seorang peneliti
Indonesia yang berkarir di Shizuoka University, Jepang. Di kampus tersebut,
pria 54 tahun (note: mestinya 45 tahun) itu juga menjadi salah seorang
dosen. Selama berada di Jepang, hidup Warsito lebih dari cukup. Apalagi,
pemerintah di sana sangat memperhatikan dan menghargai para peneliti.
Tapi, itu semua tak menghalangi tekad Warsito
untuk pulang kampung. Dia lantas merintis pendirian Ctech Labs (Center for
Tomography Research Laboratory) Edwar Technology yang bergerak di bidang
teknologi penemuan.
Lama-kelamaan, lembaga tersebut berkembang pesat,
meski berkantor di ruko di kawasan perumahan Modernland, Tangerang. Sejumlah
sistem dan alat berhasil diciptakan Warsito dan kini menjadi incaran dunia
internasional.”Saya ingin pulang ke Indonesia dan melakukan riset sendiri,”
jelas Warsito ketika ditemui di kantornya, Ctech Labs Edwar Technology, kemarin
(29/12).
Kini Warsito dan timnya tengah mengembangkan alat
pembasmi kanker otak dan kanker payudara. Alat tersebut berupa teknologi
pemindai atau tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis
(electrical capacitance volume tomography/ECVT).
Dengan alat tersebut, Warsito yang asli
Karanganyar itu menciptakan empat perangkat pembasmi kanker payudara dan kanker
otak. Perangkat itu terdiri atas brain activity scanner, breast activity
scanner, brain cancer electro capacitive therapy, dan breast cancer electro
capacitive therapy.
Brain activity scanner dibuat Warsito sejak Juni
2010. Alat tersebut berfungsi mempelajari aktivitas otak manusia secara tiga
dimensi. Bentuk alat tersebut mirip helm dengan puluhan lubang connector yang
dihubungkan dengan sebuah stasiun data akuisisi yang tersambung dengan sebuah
komputer.
Alat itu bisa mendeteksi ada tidaknya sel kanker
di otak. “Dengan alat itu, juga bisa dilihat seberapa parah kanker otak yang
diderita pasien,” jelas Warsito.
Sementara itu, breast activity scanner diciptakan
pada September lalu. Sedikit banyak, dua alat itu memiliki kesamaan, yakni
mendeteksi adanya sel kanker di tubuh.
Selain dua alat tersebut, Warsito melengkapinya
dengan membuat brain cancer electro capacitive therapy dan breast cancer
electro capacitive therapy. Dua alat itu berbasis gelombang listrik statis
dengan tenaga baterai. Dua alat tersebut terbukti dapat membunuh sel kanker
hingga tuntas hanya dalam waktu dua bulan.
Warsito telah membuktikan keampuhan alat
ciptaannya kepada kakak perempuannya yang menderita kanker payudara stadium IV.
Terdorong oleh kondisi kakaknya, Suwarni, alumnus Jurusan Teknik Kimia Shizuoka
University, Jepang, tersebut menciptakan breast cancer electro capacitive
therapy yang berbasis listrik statis.
Bentuk alat tersebut dibuat mirip dengan penutup
dada yang mengandung aliran listrik statis di bagian dalam. Penutup dada
berwarna hitam itu terhubung dengan sebuah baterai yang bisa di-charge.
“Sengaja dibuat mirip dengan penutup dada biar mudah digunakan,” papar Warsito.
Warsito pun mengenakan alat temuannya itu kepada
kakaknya selama sebulan. Penutup dada tersebut harus dipakai selama 24 jam.
Pada minggu pertama, terlihat efek samping dari alat itu. Namun, efek tersebut
tidak sampai menyiksa seperti proses kemoterapi. Hanya, keringat penderita yang
menggunakan alat tersebut berlendir dan sangat bau. Urine dan fesesnya
(kotoran) pun berbau lebih busuk. Menurut Warsito, hal tersebut menandakan
bahwa sel kankernya tengah dikeluarkan.
“Bau busuk itu berasal dari sel kanker yang sudah
mati dan dikeluarkan lewat urine, keringat, dan feses. Tapi, si penderita tidak
merasakan sakit, hanya gerah,” paparnya.
Temuan Warsito itu ternyata berhasil. Dalam waktu
sebulan setelah pemakaian, hasil tes laboratorium menyatakan bahwa kakaknya
negatif kanker. Sebulan kemudian, sang kakak dinyatakan bersih dari sel kanker
yang hampir merenggut nyawa itu.
Untuk brain cancer electro capacitive therapy,
suami Rita Chaerunnisa tersebut mencoba mengenakannya kepada seorang pemuda
berusia 21 tahun yang menderita penyakit kanker otak stadium lanjut. Bahan dasar
yang digunakan mirip dengan breast cancer electro capacitive therapy. Namun,
bentuknya disesuaikan dengan bentuk kepala sehingga menyerupai pelindung
kepala.
Serupa dengan metode yang diterapkan kepada sang
kakak, Warsito mengenakan alat tersebut kepada pemuda itu selama sebulan pada
September lalu. Karena alat itu dipakai di kepala, pasien akan merasakan gerah
pada bagian kepala.
Pada tiga hari awal pemakaian alat tersebut,
tingkat emosi pasien akan meningkat. Setelah itu, muncul gejala-gejala keringat
berlendir hingga feses yang baunya lebih nggak enak.
Warsito menceritakan, awalnya pemuda tersebut
mengalami lumpuh total. Dia tidak bisa bangun dari tempat tidur, bahkan tidak
mampu menelan makanan. Sel kanker telah menyebar di area pangkal otak penderita
itu. Namun, setelah seminggu pemakaian alat tersebut, pemuda itu sudah bisa
bangun dari tempat tidur serta menggerakkan tangan dan kaki.
Setelah dua bulan pemakaian, pemuda tersebut
sudah dinyatakan sembuh total. “Dua bulan sudah bersih. Sel kankernya sudah
hilang,” papar dia.
Setelah keberhasilan dua pasien itu, Warsito
menerima banyak pesanan. Bahkan, jumlahnya mencapai ratusan. Saat pesanan
membeludak, para staf Warsito terpaksa bekerja ekstrakeras hingga larut malam.
Sebab, setiap pasien tidak bisa menggunakan alat yang sama. “Alat terapi itu
harus dibuat sesuai dengan kondisi pasien sehingga tidak sama antara satu dan
yang lain,” jelasnya.
Karena masih tergolong riset, harga alat terapi
itu tergolong sangat terjangkau, hanya sekitar Rp 1 juta. Saat ini alat
pembasmi kanker tersebut telah didaftarkan di Kementerian Kesehatan untuk
mendapat izin edar. “Kalau sudah ada izin, bisa segera digunakan oleh
masyarakat luas. Harga bisa berubah, tapi pastinya masih terjangkau,” ucap dia.
Keberhasilan Warsito tersebut ternyata juga
menjadi perhatian dunia internasional. Salah satu di antaranya, The University
of King Abdulaziz, Saudi Arabia. Universitas yang berlokasi di kota Jeddah itu
sudah memesan breast activity scanner dan brain activity scanner. “Dan satu lagi
alat scanner untuk perminyakan yang menggunakan sistem ECVT 128 channel,”
jelasnya.
Sebuah rumah sakit besar di India pun sudah
memesan sejumlah alat terapi kanker payudara ciptaan Warsito. “Ya, baru
beberapa hari lalu kami melakukan clinical test di India,” imbuh dia.
Sebelum menemukan alat pembasmi kanker payudara
dan otak, Warsito sudah dikenal dunia internasional lewat temuannya, yakni
sistem ECVT. Sistem ECVT tersebut merupakan tugas akhir Warsito ketika menjadi
mahasiswa S-1 di Shizuoka University, Jepang, pada 1991. Berdasar sistem
tersebut, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun tertarik memakai teknologi
pemindai temuan Warsito tersebut.
NASA menggunakannya pada pesawat ulang alik.
Teknologi tersebut memungkinkan untuk melihat tembus timbunan material di
dinding luar pesawat ulang alik. “Kalau ada timbunan air di bagian luar
pesawat, dindingnya bisa terbakar,” jelasnya.
Tidak hanya itu. Saat mengajar di Ohio State
University pada 2001, dia berhasil mengembangkan tomografi kapasitansi listrik
berbasis medan listrik statis. Paper yang menjelaskannya dimuat di jurnal
Measurement Science and Technology. Artikel tersebut menjadi paper yang paling
banyak diakses di penerbitan online oleh Institute of Physics (London).
Teknologi tersebut dipatenkan di Amerika pada
2003. Saat masih aktif mengajar dan berkutat dengan sejumlah riset di Ohio
State University, Amerika Serikat, Warsito malah memilih pulang ke Indonesia
pada 2003. Pilihannya untuk kembali ke tanah air tidak direstui pihak institusi
tempatnya mengajar waktu itu. Masih banyak kewajiban yang harus dipenuhi
Warsito.
Alhasil, dia pun terpaksa bolak-balik
Amerika-Indonesia selama kurun waktu 2003-2006. Pada 2005, Warsito mulai
mengajar di Jurusan Fisika Medis Universitas Indonesia.
Namun, pada 2006, pihak Ohio State University
yang selama ini mendanai riset Warsito menghentikan aliran dananya. Warsito
yang kala itu sudah membangun perusahaan di Indonesia terancam bangkrut. Selama
dua tahun dia berupaya menutupi semua biaya risetnya dengan berbagai cara.
“Habis-habisan pokoknya,” jelasnya.
Namun, di balik kesulitan finansial yang
membelit, Warsito berhasil melakukan sebuah pencapaian. Pada akhir 2007, dia
berhasil menciptakan sistem tomografi empat dimensi pertama di dunia. Institusi
tempat dirinya bekerja dulu, Ohio State University, langsung tertarik membeli
sistem tersebut.
“Tapi, saya maunya mereka membayar 100 persen di
muka. Awalnya mereka pikir-pikir. Tapi, setelah saingan mereka Washington State
University juga tertarik membeli, mereka langsung oke,” jelasnya.
Dari situ kondisi keuangan Warsito membaik. Tanpa
bantuan pemerintah, dia mulai bisa menciptakan temuan-temuan yang lain. Di
antaranya, temuan yang dinamakan Sona CT Scanner. Alat tersebut adalah scanner
berbasis ultrasonik untuk tabung gas bertekanan tinggi. Alat tersebut merupakan
pesanan PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta.
Berkat sejumlah temuannya, Warsito pernah
diganjar beberapa penghargaan. Di antaranya, penghargaan rintisan teknologi
industri, Kemenperin; penghargaan inovator teknologi, Kemenristek; hingga
penghargaan Achmad Bakrie pada 2009 untuk teknologi.
Ke depan Warsito mengatakan bahwa dirinya ingin
memperdalam temuannya. Yakni, alat pendeteksi kanker otak dan payudara. Dia
juga akan menciptakan alat terapi untuk segala jenis kanker dengan menggunakan
metode gelombang listrik statis. “Fokusnya ke depan ya di tiga itu dulu,”
imbuhnya
Sumber: http://drwarsito.wordpress.com/2012/01/03/warsito-p-taruno-ilmuwan-pencipta-alat-pembasmi-kanker-payudara-dan-otak/
Dengan alat ini semoga yg sakit kanker biasa disembuhkan,, averagemesotheli.info
BalasHapus